Perlukah Sentralisasi Pengawas Ketenagakerjaan ?

20230414_121748

 

Oleh :

Teodasius Klaudius Unggik, SS

 

Peran pengawas ketenagakerjaan sampai saat ini masih dirasakan kurang maksimal untuk memastikan hukum positif ketenagakerjaan berjalan dengan baik, dan dipatuhi oleh seluruh pengusaha. Permasalahan klasik Pengawasan Ketenagakerjaan masih berkisar yakni ;

Pertama, jumlah Pengawas Ketenagakerjaan yang tidak berimbang dengan jumlah perusahaan yang diawasi. Hingga triwulan IV tahun 2020, jumlah Pengawas Ketenagakerjaan seluruh Indonesia sebanyak 1.686 orang. Sementara jumlah perusahaan hingga tahun 2021 berdasarkan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) Online telah mencapai 343 ribu perusahaan. Rasionya 1 Pengawas mengawasi 203 perusahaan. Tentunya rasio ini tidak ideal dan sulit melakukan pengawasan yang berkualitas. Rasio yang ideal sekitar 1 : 48 sehingga dalam 1 bulan seorang pengawas ketenagakerjaan dapat mengawasi 4 perusahaan.

Ditariknya pengawas ketenagakerjaan ke tingkat propinsi (UU 23 Tahun 2014) , menyebabkan berkurangnya jumlah pengawas ketenagakerjaan. Tidak semua pengawas ketenagakerjaan yang ada di kabupaten/kota secara otomatis menjadi pengawas ketenagakerjaan di Propinsi.

Seharusnya Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas-dinas Tenaga Kerja Propinsi bisa meningkatkan jumlah pengawas ketenagakerjaan. Kalau pun tidak bisa menjadi PNS maka bisa saja penambahan pengawas ketenagakerjaan melalui rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai amanat UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Kedua, Mentalitas oknum pengawas Ketenagakerjaan yang masih suka bermain dengan pengusaha ketika melakukan pengawasan. Masih ada laporan terkait proses pengawasan yang tidak selesai, walaupun ada pelanggaran terhadap norma-norma ketenagakerjaan.

Ketiga, Mekanisme Kerja Pengawas Ketenagakerjaan dan Kontrolnya yang tidak transparan. Selama ini pengawasan terhadap kinerja pengawas ketenagakerjaan masih dilakukan di internal, inspektorat pemda tingkat I atau di Kementerian. Ada Komite Pengawasasan namun tidak memiliki kewenangan untuk menindak pengawas yang melakukan fraud. Seharusnya pengawasan terhadap kinerja pengawas ketenagakerjaan dilakukan oleh badan independent yang memiliki kewenangan untuk menindak pengawas ketenagakerjaan yang berbuat curang.

 

Keempat, Output hasil pengawasan ketenagakerjaan berupa Nota Pemeriksaan tidak terinformasi kepada pekerja yang melaporkan. Dalam presentasi Ibu Menaker di depan Komisi IX, disebutkan ada tiga tugas pengawas ketenagakerjaan yaitu Preventif-Edukatif (pencegahan), Represif Non-Yutisial (upaya paksa di luar pengadilan dengan output Nota Pemeriksanaan), dan Refresif Yustisial (upaya paksa melalui Lembaga pengadilan dengan proses penyidikan).
Selama ini proses pengawasan berhenti di Represif Non-Yutisial sehingga tidak tuntas, Seharusnya upaya pengawasan dilanjutkan ke Refresif Yutisial sehingga bisa memberikan efek jera bagi Pengusaha yang tidak menerapkan norma-norma ketenagakerjaan dan K3 di perusahaan.

 

Jadi, pokok persoalan yang membelit pengawas ketenagakerjaan seperti yang diuraikan diatas, tentu tidak berdiri sendiri dengan perilaku pengawas yang selama ini kurang diawasi. Tidak ada institusi pengawasan yang mengawasi bagi kerja -kerja pengawas ketenagakerjaan , Pengawas hanya diawasi oleh atasannya dan inspektorat internal sehingga pemgawasan tidak efektif. Untuk itu, harus ada pengawas eksternal yang mampu mengawasi dan memberikan sanksi kepada pengawas yang berbuat curang dan korup.

 

Adanya keinginan agar struktur pengawas ketenagakerjaan akan dinaikan ke pusat (sentralisasi) tidak ada lagi di propinsi, yang  sebelumnya pengawas ada di kabupaten Kota, tetapi karena ada UU 23 Tahun 2014 posisi pengawas dinaikan ke propinsi. Dampak yang akan ditimbulkan apabila struktur pengawas ketenagakerjaan dinaikan kepusat yakni potensi penurunan jumlah pengawas akan terjadi lagi.

 

Sentralisasi pengawas ke pusat  apabila tidak barengi dengan reformasi tata kelola kerjanya, seperti dibuatnya pengawas eksternal yg mengawasi para pengawas ketenagakerjaan, maka kinerja tidak akan berubah. Akan sama saja, dan ini akan menjadi percuma. (Red)

 

 

 

 

 

Silahkan di ShareTweet about this on TwitterShare on Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *