Catatan Akhir Tahun INSPIR Indonesia tentang Pelaksanaan Perlindungan Sosial

Yatini Komite INSPIR Indonesia

(Keterangan Foto : Dokumen Pribadi)

OLEH :

Yatini Sulistyowati  Komite INSPIR Indonesia     

 

 

Progresnews.info–INSP!R INDONESIA adalah Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia yang didirikan karena keprihatinan masyarakat atas pendemi Covid -19  yang melanda dunia, Yayasan ini terdiri dari oragnisasi masa yang terdapajk seperti: KSBSI. Koalisi Perempuan Indonesia, Jaringan Buruh Migran, BPJS watch, TURC, SEBUMI, PJS, HWDI. LIPS, gajimu.com, JAPBUSI, Garteks, REKAN Indonesia dan Flower Aceh, Bersatu bersama untuk berpartisipasi mengendalikan dampak yang melanda dunia dan memporak porandakan ekonomi masyarakat dan tatanan kehidupan

Perlindungan sosial merupakan instrument negara untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia tidak jatuh pada kemiskinan. Sistem perlindungan sosial Indonesia diarahkan untuk membantu mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

Perlindungan sosial terdiri dari bantuan sosial dan jaminan sosial. Bantuan sosial adalah transfer uang, barang, dan jasa dari pemerintah kepada penduduk miskin/rentan miskin tanpa mensyaratkan adanya kontribusi iuran tertentu. Sedangkan jaminan sosial adalah perlindungan dengan skema asuransi yang mensyaratkan adanya besaran iuran tertentu kepada para pesertanya.

Beberapa permasalahan bantuan sosial antara lain akurasi yang masih sangat rendah, sasaran setiap program yang berbeda-beda, pemutakhiran data sektoral yang tidak terintegrasi, kepemilikan data dan akses dokumen kependudukan masyarakat miskin/rentan miskin yang masih terbatas, penyaluran yang lambat dan tidak tepat sasaran, masih adanya tumpang tindih target penerima, lemahnya komunikasi dan koordinasi kedaruratan yang masih lemah, kelompok demografi lanjut usia dan difabel yang belum mendapat perhatian, serta kurang optimalnya sosialisasi dan edukasi kepada calon penerima bantuan.

Adapun masalah terkait jaminan sosial, antara lain ketidakpatuhan pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya ke Jaminan sosial, peserta bukan penerima upah belum mendaftar dan adanya tunggakan iuran jaminan sosial, pengajuan klaim yang dirasa masih sulit, skema manfaat pasti dan penarikan dini jaminan hari tua berisiko tidak berkelanjutan untuk jangka panjang, jaminan sosial yang belum optimal menjangkau sektor informal seperti jaminan pensiun, belum adanya jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja rentan seperti pekerja informal miskin, pekerja disabilitas, dsb, dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan Pemerintah, termasuk rendahnya keseriusan Pemerintah menjalankan regulasinya.

Persoalan yang selama ini terjadi di JKN yaitu masalah Kepesertaan, Masalah Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan, serta masalah Pembiayaan.

Untuk Kepesertaan, per awal September 2022 tercatat 238.430.655 orang (87,33 persen dari total 273 juta rakyat Indonesia) sebagai peserta terdaftar di program JKN, yang terdiri dari peserta aktif sebanyak 189.838.682 orang dan peserta non aktif 48.591.973 orang. Padahal target kepesertaan JKN di RPJMN 2020-2024 adalah 98 persen di 2024.

Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi program JKN belum mampu mendongkrak kepesertaan aktif di program JKN. Sanksi tidak dapat layanan publik yang diamanatkan Inpres no. 1 tahun 2022 tidak dijalankan sepanjang tahun 2022 ini. Hanya Kementerian ATR/BPN, terkait sertifikat tanan, yang pernah melaksanakannya tapi hanya beberapa bulan, setelah itu tidak dilaksanakan lagi.

Dari 48.591.973 orang yang non aktif, ada 17.268.846 orang peserta PBI yang dibiayai APBN dan 5.473.217 orang peserta PBI yang dibiayai APBD (masyarakat miskin) yang dinonaktifkan sepihak dari kepesertaan JKN sehingga mereka tidak bisa lagi mengakses program JKN. Demikian juga ada 16.375.266 peserta mandiri yang nonaktif karena mayoritas tidak mampu membayar tunggakan iuran selama ini. Orang miskin sangat sulit menjadi peserta mandiri sehingga mereka benar-benar sulit mengakses JKN.

Dari data kepesertaan nonaktif yang semakin banyak berarti semakin banyak rakyat Indonesia yang termarjinalkan dari Program JKN sehingga cita-cita kehadiran Program JKN untuk memudahkan akses rakyat ke fasilitas Kesehatan akan semakin sulit tercapai.

Terkait pelayanan, selama tahun 2022 ini masih banyak peserta JKN yang harus menghadapi masalah di fasilitas Kesehatan (faskes) seperti peserta membeli obat dan darah sendiri termasuk disuruh membeli peralatan operasi sendiri, padahal Pasal 68 Peraturan Presiden no. 82 tahun 2018 melarang faskes menarik biaya pelayanan Kesehatan. Demikian juga pasien JKN disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang, yang sangat beresiko bagi pasien. Pasien JKN harus menanti berbulan-bulan untuk proses operasi, pasien JKN harus mematuhi ketentuan 1 poli satu hari sehingga menyulitkan peserta untuk mendapatkan pelayanan optimal.

Masih rendahnya pelayanan preventif dan promotive Kesehatan di JKN juga menjadi persoalan bagi keberlangsungan pembiayaan JKN. Saat ini Pemerintah akan menjamin skrining beberapa penyakit dalam meningkatkan upaya preventif dan promotive, namun sampai saat ini belum terbit regulasi yang mengaturnya.

Pembiayaan JKN harus dikondisikan secara sistemik menciptakan surplus yaitu memaksimalkan penerimaan iuran yaitu memastikan seluruh rakyat Indonesia bergotong royong menjadi peserta aktif yang membayar. Bagi peserta yang menunggak harus diberikan diskresi berupa diskon sehingga tunggakan iuran terbayar. Bagi masyarakat miskin yang dinonaktifkan dimasukkan kembali menjadi peserta aktif. Dari sisi pembiayaan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus serius meningkatkan kendali mutu dan kendali biaya. Pengawasan harus ditingkatkan atas fraud yang selama ini terjadi.

Terkait dengan program Jaminan sosial Ketenagakerjaan, persoalan utama yang terjadi selama 2022 ini adalah masalah masalah kepesertaan.

Kepesertaan pekerja di BPJS Ketenagakerjaan relatif masih rendah. Tercatat di Agustus 2022 jumlah pekerja formal sebanyak 55,06 juta orang dan pekerja informal sebanyak 80,24 juta orang. Sementara itu per akhir Oktober 2022, jumlah pekerja penerima upah (pekerja formal) yang menjadi peserta aktif JKK dan JKm di BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 22,323,720 orang, JHT sebanyak 16,4 juta orang, JP sebanyak 13,3 juta, dan peserta JKP sebanyak 12,2 juta. Sementara itu pekerja bukan penerima upah (informal) yang menjadi peserta di BPJAMSOSTEK sebanyak 4,955,345 orang, pekerja jasa konstruksi 8,915,873 orang dan pekerja migran Indonesia 281.698 orang.

Kehadiran Inpres no. 2 tahun 2021 tentang optimalisasi kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan pun belum signifikan mendukung peningkatan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan di tahun 2022 ini.

Lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum menyebabkan masih banyaknya perusahaan yang enggan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Lalu dari sisi regulasi, masih banyak pekerja yang dimarginalkan dari program jaminan pensiun yaitu pekerja sektor mikro, Pekerja Migran Indonesia, Bukan Penerima Upah (pekerja (nformal) dan pekerja jasa konstruksi, yang tidak boleh menjadi peserta Jaminan pensiun.

Sampai saat ini Pemerintah belum membuka akses pekerja informal miskin mendapatkan program JKK, JKm dan JHT yang didaftarkan dan iurannya dibayarkan Pemerintah. Hal ini berbeda sekali dengan pekerja formal swasta yang mendapatkan Bantuan Subsidi Upah serta diikutkan dalam program JKP sehingga pekerja formal swasta paripurna mendapatkan jaminan sosial. Demikian juga pekerja disabilitas masih banyak yang belum terlindungi di BPJAMSOSTEK.

Untuk memberikan perlakuan sama dan perlindungan bagi pekerja informal miskin termasuk pekerja disabilitas maka seharusnya Pemerintah di 2023 menjamin pekerja informal miskin dan pekerja disabilitas di program JKK, JKM dan JHT.

Demikian juga kepesertaan program JKK dan JKm bagi pekerja ojek online (Ojol) hingga saat ini masih rendah. Per 9 Nopember 2022, pekerja ojol mitra Gojek yang sudah menjadi peserta JKK dan JKm sebanyak 160.731 orang dan pekerja ojol mitra Grab sebanyak 10.467 orang. Tentunya jumlah kepesertaan pekerja ojol tersebut relatif masih rendah sekitar 13,69% dibandingkan dengan jumlah pekerja ojol di wilayah Jabodetabek yang mencapai 1,25 juta orang, atau di seluruh Indonesia bisa mencapai 2,5 juta.

Mengacu pada Instruksi Presiden no, 2 Tahun 2021, Kementerian Perhubungan diinstruksikan untuk mendorong setiap pemberi kerja dan pekerja pada sektor perhubungan laut, darat dan udara termasuk transportasi dalam jaringan (online) menjadi peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Instruksi ini pun diperkuat oleh Pasal 31 ayat (3) Permenaker no. 5 tahun 2021 yang mewajikan pekerja dengan perjanjian kemitraan seperti pekerja ojol ini diikutkan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dan mengacu pada Pasal 34 Permenaker No. 5 Tahun 2021 ini kepesertaan pekerja ojol ini harus dipastikan oleh pihak penyedia layanan melalui kemitraan, yaitu manajemen aplikator.

Pekerja ojol termasuk bagian dari pekerja bukan penerima upah karena kontrak kerja mereka sebagai perjanjian kemitraan yang tidak mengacu pada hubungan kerja. Peraturan Presiden no. 109 tahun 2013 sudah mewajibkan seluruh pekerja bukan penerima upah menjadi peserta program JKK dan JKm paling lambat 1 Juli 2015, termasuk pekerja ojol yang diwajibkan.

Seharusnya Kementerian Perhubungan dan Kemneterian Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan aplikator mendaftrakan pekerja ojol ke BPJAMSOSTEK sesuai amanat Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34 Permenaker no. 5 tahun 2021. Selama ini kedua kementerian ini lalai menjalankan perintah regulasi.

Terkait manfaat, untuk mendukung kesejahteraan pekerja khususnya untuk mendukung kebutuhan pokok yaitu pangan dan transportasi maka seharusnya pemerintah menerapkan Manfaat layanan tambahan (MLT) pangan dan transportasi dari program JHT. Selama ini baru ada MLT perumahan bagi peserta JHT.

Total dana pekerja yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan per akhir November 2022 mencapai Rp. 624,7 triliun atau tumbuh sebesar 15,5 persen (year–on–year) dibandingkan periode yang sama tahun 2021.  Hasil investasi per akhir November 2022 telah mencapai Rp 36,6 triliun atau setara dengan yield on investment sebesar 6,8 persen per tahun, atau tumbuh 13,4 persen yoy dari periode yang sama tahun lalu.

Dengan capaian yang baik ini seharusnya Pemerintah mendukung kesejahteraan pekerja formal maupun informal, Pekerja migran dan jasa konstruksi dari hasil investasi dengan meningkatkan MLT pangan dan transportasi juga, sesuai dengan amanat kesembilan prinsip kesembilan.

INSPIR Indonesia mendesak Pemerintah untuk membenahi segala persoalan perlindungan sosial di Indonesia baik bantuan sosial dan jaminan sosial. Pembenahan data di bantuan sosial, peningkatan kepesertaan dan peningkatan manfaat di jaminan sosial menjadi harapan bagi rakyat Indonesia. ( Jakarta, 30 Desember 2022)

 

 

 

Silahkan di ShareTweet about this on TwitterShare on Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *