Paradigma Baru Perlindungan PMI

Progresnews.Info–Direktur Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kemnaker, Eva Trisiana mengatakan bahwa sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, peran pelindungan PMI diserahkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah dimulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Pihak swasta hanya diberi peran sebagai pelaksana penempatan PMI.

“Itu menunjukkan bahwa terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah bahkan pemerintah desa. Pelindungan tersebut bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial PMI dan keluarganya,” kata Eva Trisiana Kepada Progresnews.Info  dikantornya, Senin (11/11).

Eva menjelaskan bahwa paradigma baru pelindungan lainnya ditunjukkan dengan pemerintah tidak memobilisasi calon PMI untuk bekerja ke luar negeri, tetapi pemerintah wajib memfasilitasi proses bekerja ke luar negeri dengan penyederhanaan dan kemudahan layanan. Salah satunya dengan beroperasinya Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.

“Calon PMI tidak direkrut, tetapi sebagai subjek aktif mendaftar melalui Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota atau melalui LTSA. Ini untuk mewujudkan efektivitas, efisiensi, transparansi dan kualitas pelayanan penempatan dan pelindungan PMI mulai dari layanan informasi peluang kerja sampai dengan layanan pengaduan permasalahan,” kata dia.

Konsep pelindungan PMI lainnya, menurut Eva, yaitu PMI diberikan pelindungan jaminan sosial melalui skema Sistem Jaminan Sosial Nasional, setiap calon PMI wajib memiliki kompetensi sesuai jabatan yang akan didudukinya, dan pekerja migran tidak dapat dibebani biaya penempatan.

Eva mengatakan berbagai permasalahan yang timbul dalam setiap tahapan migrasi tidak terjadi begitu saja, banyak hal yang menjadi pemicu terjadinya berbagai kasus yang menimpa para PMI. Salah satunya karena minimnya informasi mengenai cara menjadi pekerja migran yang sesuai peraturan perundang-undangan dan risiko perdagangan orang yang mengintai arus migrasi dapat mengakibatkan masyarakat rentan terhadap malpraktik perekrutan dan eksploitasi tenaga kerja.

Tingginya minat masyarakat untuk bekerja ke luar negeri tambah Eva, menjadi tugas bersama memberikan informasi mengenai tata cara menjadi pekerja migran yang sesuai dengan perundang-undangan dan terhindar resiko perdagangan orang. Hal itu membutuhkan sinergitas diantara stakeholder.Pemerintah saat ini sudah meluncurkan aplikasi yang berbasis mobile apps yang berguna sebagai informasi dan perlindungan bagi PMI. Aplikasi itu bernama “Jendela PMI” yang dapat diakses melalui telefon pintar.

“Kepada teman-teman CPMI dan PMI silahkan mengunduh aplikasi Jendela PMI di play store. Selain memberikan alur menjadi PMI yang prosedural, di sana ada nomor atase ketenegakerjaan yang wajib untuk membantu PMI pada saat di negara penempatan,” kata Eva.

 

Penempatan PMI Satu Kanal Ke enam Kota di Arab Saudi

Eva juga menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan segera menempatkan pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia di enam kota di Arab Saudi dalam waktu dekat dengan sistem one channel atau satu pintu.

Sesuai perjanjian dengan pemerintah Arab Saudi mulai penempatan TKI di enam kota itu mulai Oktober 2019. Namun, karena TKI yang akan ditempatkan harus disiapkan kualitasnya serta dokumen-dokumen mereka, maka sampai saat ini belum dikirim.

“Tapi tak lama lagi akan segera dikirim ke sana. Sekarang tergantung persiapan TKI-nya, serta kesiapan perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) dan Sareka (konsorsium) di Arab Saudi ,  kata Direktur Pelindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kemnaker, Eva Trisiana.

Eva mengatakan bahwa ada enam kota di Arab Saudi yang akan ditempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Keenam kota itu adalah  Cobar, Dahran, Dammam, Riyadh, Jeddah, dan Madinah. Ia mengatakan, PMI yang dikirim ke sana ada jabatan antara lain child care (pengasuh bayi), driver (sopir), elderly care (perawat orang lanjut usia), house keeper (penata laksana rumah tangga), cook (pemasak). Namun, eva mengaku belum bisa memastikan berapa jumlah PMI PRT yang akan dikirim ke enam kota di Arab Saudi itu.

“kita belum bisa memastikan berapa jumlahnya, karena masih menunggu Job Ordernya,”imbuhnya.

Menurut Eva, yang menempatkan ke enam kota itu adalah P3MI atau perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). “Dulu PJTKI boleh merekrut calon TKI. Sekarang sesuai UU yang baru, PJTKI hanya menempatkan,” kata dia.

Prosesnya sekarang, calon-calon PMI bisa mendaftar sendiri ke dinas-dinas ketenagakerjaan kabupaten dan provinsi serta  di Lembaga Terpadu Pelayanan Satu Atap (LTSA). P3MI mendapatkan calon PMI dari dinas-dinas ketenagakerjaan kabupaten dan provinsi serta di LTSA. Sebelum P3MI mendapatkan calon-calon PMI ini, para calon PMI dididik dan dilatih di Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah-daerah serta diberi sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) kalau memang sudah berkompetensi. Selanjutnya baru dikirim ke negara penempatan. Kita harus kirim yang berkualitas,” kata dia.

Eva mengatakan, pengiriman ke lima kota di Arab Saudi ini merupakan uji coba atau pilot project apakah Arab Saudi benar-benar menjalankan komitmen sesuai dalam MoU dan Technical Arrangement yang dilaksanakan di Jakarta, Oktober 2019. “Dan ini merupakan penempatan one channel, satu pintu,” kata dia.

Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sepakat bekerja sama bilateral sistem penempatan satu kanal (one channel) PMI atau TKI sektor PRT.

Penempatan satu kanal artinya PMI pekerja rumah tangga dikirim dengan jumlah terntu dan dalam waktu tertentu ke Arab Saudi.

Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi, di Jakarta, Kamis (11/10/2019). Namun, sayang jumlah tertentu PMI yang akan dikirim dan waktu tertentu, tidak dijelaskan.

Eva menjelaskan, latar belakang dilakukan penempatan one channel ini, adalah, pertama, setelah pemerintah evaluasi mengenai moratorium penempatan TKI pekerja rumah tangga (PRT) ke negara-negara Timur Tengah (Timteng) terutama Arab Saudi ternyata justru menambah pengiriman TKI ilegal ke sana.

Kedua, Arab Saudi membutuhkan PMI PRT. “Dia sangat butuh, dan kita juga membutuhkan agar PMI kita terserap di lapangan demi mengurangi pengangguran,” kata dia.

Ketiga, Arab Saudi sudah membuat regulasi yang melindung tenaga kerja asing bahkan secara khusus mengatur pekerja rumah tangga (domestik).

Eva mengatakan, kalau penempatan pilot project ke enam kota ini sukses maka selanjutnya dikirim lagi, dan selanjutnya maka moratorium penempatan TKI PRT ke Arab Saudi bisa dipertimbangkan untuk dicabut.

“Sampai saat ini kita belum mencabut penempatan ke negara-negara Timteng termasuk Arab Saudi,” kata dia. Sukses, kata dia, artinya TKI tidak lagi mengalami masalah seperti gaji tidak dibayar, tida mengalami kekerasan dari majikan, dan sebagainya.

Sebagaimana diberitakan, pemerintah menghentikan TKI PRT ke 21 negara di Timteng, setelah berbagai kasus dan eksekusi terhadap Siti Zainab dan Karni Tarsim. (Teddy Unggik)

 

 

Silahkan di ShareTweet about this on TwitterShare on Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *