Sidang Pertama Praperadilan Korban Pengeroyokan, Polres Jaksel Absen

IMG-20220531-WA0019

Progresnews.Info– Pihak Polres Jakarta Selatan (tertuntut) tidak hadir dalam persidangan pertama permintaan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/5/2022). Karena tertuntut tidak hadir maka sidang dilanjutkan pada Senin (6/6/2022). “Kami akan kembali mengirim surat penggilan sidang untuk pihak Polres Jakarta Selatan sebagai tertuntut atau termohon,” kata Hakim Tunggal  Lucy Ernawati, SH, MH.

Para penuntut dalam kasus ini adalah Klaudius Rahmat, Yohanes Frederiko Efan Kora dan Krisostomus Aidin Darman (korban). Mereka dijadikan tersangka, ditangkap dan ditahan Polres Jakarta Selatan. Padahal mereka adalah korban pengeroyokan oleh enam pelaku dimana keenam pelaku sudah ditangkap, ditahan Polres Pasar Minggu divonis masing-masing satu tahun penjara oleh majelis hakim Kamis (10/2/2022).

Enam orang pelaku yang telah divonis bersalah itu adalah adalah Taufik Hidayat, Bambang Saputra, Lutfi Ammar Fahkri, Dhimas Yudha Arya Pratama, Agus Priyatna dan M Rizal.

Tiga korban melakukan gugatan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan melalui 13 orang advokat asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berkarya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Ketigabelas advokat itu dibawah koordinasi advokat Siprianus Edi Hardum, S.H.,M.H. dan Hipatios Wirawan, S.H. dari kantor Hukum “Edi Hardum and Partners”.

Edi Hardum mengatakan, ketiga kliennya ditangkap dan ditahan berdasarkan laporan dari Muhamad Fahrudin kepada Polres Jakarta Selatan. “Padahal ketiga kliennya tidak melihat Muhamad Fahrudin di tempat kejadian perkara. Hal ini terafirmasi dalam putusan PN Jakarta Selatan dengan terdakwa enam pelaku pengeroyokan terhadap tiga klien kami. Di dalam meteri putusan tidak disebutkan ada nama Muhamad Fahrudin sebagai saksi atau korban. Inilah keanehannya, makanya kami ajukan gugatan praperadilan,” kata dia.
Edi Hardum mengharapkan pihak Polres Jaksel sebagai tertutut dalam kasus itu datang pada sidang berikutnya. “Kami meyayangkan pihak Polres Jaksel tidak hadir pada sidang pertama ini. Kami meminta pihak Polres Jaksel agar datang pada persidangan seminggu akan datang. Mari kita uji di sini mengenai alasan hukum mereka menetapkan tersangka, menangkap dan menahan klien kami. Kalau mereka profesional tentu dengan ksatria memberikan alasan di depan majelis hakim,” tegas kandidat doctor Ilmu Hukum Universitas Trisakti ini.

Dominikus Darus, anggota tim kuasa hukum dalam kasus itu menegaskan, baik penangkapan, penetapan tersangka maupun penahanan terhadap ketiga kliennya tidak didasarkan pada bukti-bukti permulaan yang cukup, sebagaimana diatur pada Pasal 17 jo Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal 17 KUHAP berbunyi, ”Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup”.

Dominikus mengatakan, tiga orang klien mereka dituduh melakukan tindak pidana kekerasan orang secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP.

Padahal, kata dia, ketiga klien mereka merupakan korban dari enam dari belasan pelaku kekerasan dan pengeroyokan terhadap mereka (kliennya) telah ditangkap dan diproses hukum oleh Polsek Pasar Minggu, Polres Jaksel.

Hipatios Wirawan, kuasa hukum lain dari tiga korban tersebut di atas menyampaikan, penetapan tersangka terhadap ketiga kliennya dikatakan tidak berdasarkan bukti yang cukup karena, pertama, enam orang pelaku tindak pidana kekerasan dan pengeroyokan terhadap ketiganya sudah didakwa dan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan putusan Nomor 1075/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel tertanggal 10 Februari 2022, dimana saat ini mereka sudah menjadi terpidana.

Kedua, penangkapan terhadap ketiga kliennya tempus delictinya (waktunya) berselang lama yakni selama tujuh bulan sejak kejadian pada tanggal 1 Oktober 2021 sampai penangkapan pada 29 April 2022.

Wira menegaskan, perlu diingat, kalau ketiga klien kami benar-benar sebagai pelaku pengeroyokan terhadap Muhamad Fahrudin (pelapor atas ketiga korban) maka tindak pidana tersebut tidak berdiri sendiri dengan tindak pidana kekerasan dan pengeroyokan yang dilakukan enam terpidana tersebut di atas kepada ketiga korban.

Kalau tidak berdiri sendiri, kata Wira, maka seharusnya, pertama, ketiga kliennya ditangkap dan ditahan serta diajukan ke pengadilan dalam waktu yang sama dan/atau tidak terlalu berjauhan.

Kedua, kalau kedua tindak pidana a quo tidak berdiri sendiri maka enam terpidana di atas pasti menyampaikan di depan penyidik dan di depan sidang pengadilan bahwa mereka melakukan kekerasan dan pengeroyokan terhadap ketiga korban dilakukan untuk menyelamatkan dan/atau membela Muhamad Fahrudin.

Ketiga, kalau kedua tindak pidana a quo berdiri sendiri justru aneh, karena, ketiga kliennya tidak mengenal dan tindak melihat apalagi melakukan kekerasan dan/atau mengeroyokan Muhammad Fahrudin.

Keempat, tindak pidana pengeroyokan yang dituduhkan kepada ketiga kliennya bukanlah delik aduan, tetapi delik umum; namun yang dilakukan polisi justru seolah-olah delik aduan.
“Maka oleh karena tindakan polisi menangkap, menatapkan menjadi tersangka dan menahan ketiga kliennya adalah tindakan yang melanggar hukum,” kata Wira.

Sebagaimana diberitakan, kronologi tindak kekerasan dan pengerokan terhadap klien mereka itu adalah bermula saat Yohanes Frederiko Efan Kora (salah satu korban) pulang mengantar pacarnya menggunakan sepeda motor kosnya di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (1/10/2021).

Saat itu, Yohanes melewati segerombolan anak muda yang sedang mabuk di jalan pinggir Gang Mawar, Pasar Minggu, Jaksel. Salah satu dari gerombolan anak muda itu menegur Yohanes dengan nada agak tinggi dengan mengatakan “Woi”. Namun, karena ketakutan Yohanes tidak menggubrisnya dan melanjutkan perjalan ke kosannya yang hanya berjarak 50 meter dari gerombolan anak muda tersebut.

Setelah tiba di kos, Yohanes memberitahukan kepada dua temannya yaitu Klaudius Rahmat (Klaus) dan Aldin bahwa dia diancam oleh sekelompok anak muda. Mendengar cerita tersebut, ketiganya memutuskan untuk bertemu dengan kelompok anak muda tersebut untuk meminta maaf jika Yohanes melakukan kesalahan saat melewati segerombolan anak muda tersebut.

Saat mendekati kelompok anak muda tersebut, tiba-tiba beberapa orang yang sedang nongkong tersebut berdiri dan membuka baju mengajak duel dan langsung mengelilingi Yohanes, Klaus dan Aldin. Kemudian, karena merasa terancam Aldin bertanya maksud dari kelompok anak muda tersebut.

Namun, pertanyaan tersebut dijawab dengan pukulan dari beberapa anak-anak yang sedang nongkrong tersebut. Merasa diserang, ketiga anak muda ini menangkis berbagai pukulan tersebut.

Tiba-tiba beberapa anak muda yang sedang nongkrong tersebut mengambil celurit dan benda-benda keras lain berupa kaki kursi dan langsung menyerang Yohanes, Klaus dan Aldin. Merasa tidak berdaya, ketiganya melarikan diri, namun salah satu dari ketiganya yaitu Yohanes mendapat luka para penuntut di bagian paha dan pinggang karena dibacok menggunakan celurit. Selain itu, anak-anak muda yang mabuk tersebut merusak 2 (dua) sepeda motor milik Yohanes dan Aldin.

Kemudian sesaat setelah kejadian, Yohanes langsung melarikan diri ke Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Minggu untuk membuat laporan kemudian Yohanes dilarikan ke rumah sakit umum daerah Pasar Minggu untuk dirawat dan dilakukan visum. Laporan tersebut diterima Polisi dan langsung menangkap enam orang pelaku pengeroyokan pada Jumat (91/10/2021) sore.

Enam orang pelaku itu adalah Taufik Hidayat, Bambang Saputra, Lutfi Ammar Fahkri, Dhimas Yudha Arya Pratama, Agus Priyatna dan M Rizal. Keenam orang tesebut divonis masing-masing divonis satu tahun penjara oleh majenis hakim PN Jaksel pada Kamis (10/2/2022).
Dikatakan, Jumat tanggal 29 April 2022, sekitar pukul 17.30 WIB, di kos milik Klaudius Rahmat yang beralamat di Jl. Holtikultura No. 01 / 40 RT 007 RW 006, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ketika klien mereka itu ditangkap oleh anggota polisi dari Polres Jakarta Selatan, yang dipimpin oleh Iiptu Tasyuri, S.H, berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Tangkap/162/IV/2022/Reskrim Jaksel dan penangkapan tersebut tanpa memperlihatkan surat tugas dan tidak disertai surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara yang disangkakan dan tempat ia diperiksa. “Dengan demikian tindakan penangkapan yang dilakukan oleh polisi itu telah melanggar pasal 18 ayat (1) dan (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). ( TU)

Silahkan di ShareTweet about this on TwitterShare on Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *